Keikhlasan Nadiah dalam Melawan Penyakit Lupus

Nadiah Faatima, langsung diterpa cobaan di hari pertamanya menjadi istri. Menikah pada 1 Agustus 2008 dengan Edo Rahman Hendriks, Nadiah tiba-tiba saja jatuh sakit di malam pertama. Tubuhnya lumpuh dari perut ke bawah. Nadiah divonis mengidap lupus, dan tak mungkin dapat berjalan lagi.

Kondisi Nadiah menurun drastis: rambutnya rontok, kulitnya penuh bercak seperti nanah, kehilangan berat badan hingga 15 kilogram dalam sebulan. Awalnya sangat berat, sulit bagi Nadiah menerimanya. Apalagi sebagai perempuan, keindahan rambut dan kulitnya dicabut begitu saja oleh Allah SWT. Kondisi Nadiah amat memprihatinkan karena dia tak lagi dapat merasakan buang air ataupun menstruasi karena kelumpuhannya. “Tak terhitung berapa dokter yang saya kunjungi, semuanya memvonis saya tidak mungkin bisa berjalan lagi. Rasanya campur aduk; sedih, marah, emosi, semua jadi satu,” kenang Nadiah dengan tegar.

Nadiah yang sudah pesimis akan kesembuhannya, mempersilakan suami untuk meninggalkannya atau berpoligami. Nadiah sadar tak mampu melayani suami dan menjalankan perannya sebagai istri dengan kondisi seperti ini. Namun jawaban suami sungguh di luar dugaan Nadiah. “Suami saya bilang saat itu, ‘Kamu sudah diciptakan menjadi jodoh saya. Dan sudah jalan dari Allah kita harus menghadapi ini bersama. Niat saya menikahimu adalah ibadah, saya tidak perlu yang lain,’” kenang Nadiah menirukan perkataan suaminya.

Kata-kata ini amat menguatkan Nadiah. Dia membuktikan sendiri janji Allah dalam Surat Al-Insyirah, “Bersama setiap kesulitan, ada kemudahan.”  Nadiah diberi penyakit yang amat berat, namun juga dianugerahi suami yang luar biasa sabar. Penyakitnya menyadarkan Nadiah bahwa sabar itu tidak ada batasnya, manusialah yang menciptakan batas kesabaran itu sendiri. “Saya pernah merasakan 27 tahun nikmat memiliki kaki, di luar sana masih ada yang tidak pernah merasakan nikmat berjalan,” kata Nadiah bijak.

Nadiah dan suami akhirnya menyikapi cobaan ini dengan pasrah. Nadiah pun belajar menerima kenyataan untuk hidup dengan kondisinya yang sekarang. Keikhlasan ini berbuah manis. Dengan izin Allah SWT, Nadiah akhirnya menemukan kesembuhan. Kini Nadiah pulih seperti sediakala. Allah mengembalikan semua nikmat yang pernah diambilNya, bahkan mengembalikannya dengan berlipat ganda. Yaitu dengan kehadiran puteri kecil Aisha Fatimah Hendriks. Menjadi ibu adalah rahmat yang tak pernah diduga Nadiah sebelumnya. Dari sakit keras, kelumpuhan, tidak dapat berjalan, bergantung pada orang lain, hingga sembuh total, bahkan mengandung dan melahirkan.

Nadiah

Nadiah

Nadiah hingga kini menjadikan sabar dan syukur sebagai pedoman hidupnya. Sabar dan syukur bagi Nadiah bagaikan dua dua kaki. Tidak mungkin bisa bersabar kalau kita tidak bersyukur, begitu pun sebaliknya. Kini Nadiah hanya mau hidup untuk Allah SWT, sedapat mungkin menafikan kepentingan pribadi dan fokus melakukan hal-hal yang Allah sukai. Misalnya dengan aktif di pengajian, dan rutin menggelar kegiatan sosial untuk berbagi kepada sesama.

Text: Hafsya Umar