Hukum Azan dan Iqamah bagi Wanita

Hukum Azan dan Iqamah bagi Wanita

Ada beberapa ketentuan syariat terkait azan wanita, iqamah, serta menjawab seruan azan dan iqamah. Ketentuan syariat perihal azan dan iqamah wanita antara lain.

1. Azan Wanita dalam Komunitas (Jamaah) Pria

Wanita tidak diperbolehkan mengumandangkan azan dalam jamaah shalat kaum pria. Hal itu dilarang karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah akibat lantunan suara lembut wanita.

2. Azan wanita dalam Komunitas (Jamaah) Wanita

Tidak ada kewajiban mengumandangkan azan dalam jamaah shalat wanita. Akan tetapi, jika hal itu dilakukan oleh kaum wanita, maka diperbolehkan. Tidak dikhawatirkan adanya fitnah dari lantunan suara wanita sebab azan ini dikumandangkan di tengah-tengah kaum wanita.

Dalam sebuah riwayat dituturkan, “Aisyah RA sering mengumandangkan azan dan iqamah serta mengimami shalat para wanita. Aisyah bahkan mengumandangkan azan dan iqamah itu ditengah-tengah kaum waita yang duduk mengelilinginya.” (HR Baihaqi)

3. Iqamah Wanita untuk Shalat

Hukum mengumandangkan iqamah bagi wanita adalah sama dengan hukum azan bagi wanita. Sebab iqamah mengikuti azan dan iqamah, dan iqamah berkaitan erat dengan azan.

4. Jawaban untuk Azan dan Iqamah

Disunnahkan bagi wanita untuk menjawab seruan azan dan iqamah.

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian mendengar seruan azan dan iqamah, jawablah sebagaimana yang dikumandangkan muazin (penyeru shalat).” (HR Bukhari dan Muslim)

Anjuran Rasulullah SAW ini ditujukan untuk kaum pria dan wanita. Lantas bagaimana cara menjawab azan?

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila muazin mengucapkan, ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’, seseorang di antara kamu mengucapkan (juga), ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’. Kemudian, muazin mengucapkan, ‘Asyhadu an laa Ilaha illa Allah.’ Dia mengucapkan (juga), ‘Asyhadu an laa Ilaha illa Allah.’ Kemudian, muazin mengucapkan, ‘Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.’ Dia mengucapkan (juga), ‘Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.’ Kemudian, muazin mengucapkan, ‘Hayya alash shalah.’ Dia mengucapkan, La haula wala quwwata illa billah (tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah)’. Kemudian muazin mengucapkan, ‘Hayya alal falah.’ Dia mengucapkan, ‘La haula wala quwwata illa billah.’ Kemudian muazin mengucapkan, ‘Allahu Akbar Allahu Akbar.’ Dia mengucapkan (juga), ‘Allahu Akbar Allahu Akbar.’ Kemudian muazin mengucapkan, ‘La ialaha illa Allah.’ Dia mengucapkan, ‘La Ilaha illa Allah’ dari lubuk hatinya. Niscaya dia pasti masuk surga.” (HR Muslim)

Abdullah bin Umar meriwayatkan keterangan sebagai berikut.

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kamu mendengar muazin berseru, ucapkanlah seperti yang diucapkannya. Kemudian, bershalawatlah kepadaku karena barang siapa yang bershalawat sekali kepadaku, Allah membalas sepuluh kali kepadanya. Kemudian, mintalah kepada Allah untukku wasilah karena sungguh itu adalah kedudukan yang tinggi di surga yang tidak diraih kecuali oleh seorang hamba dan kalangan hamba-hamba Allah; dan aku berharap akulah. Oleh karena itu, barang siapa yang memohon wasilah kepada Allah untukku niscaya dia berhak mendapatkan syafaat.” (HR Muslim)

Rasulullah SAW menganjurkan setiap muslimah dan muslim untuk berdoa pada waktu antara azan dan iqamah.

Rasulullah SAW bersabda, “Doa tidak akan ditolak antara azan dan iqamah.”

Seorang sahabat bertanya, “Apa yang harus kami ucapkan dalam doa antara azan dan iqamah itu, wahai Rasulullah?”

Rasulullah SAW berkata, “Mintalah kepada Allah kasih ampunan dan keselamatan dunia akhirat.” (HR Abu Daud dan At Tirmidzi)

Ulama fikih menuturkan bahwa menjawab seruan azan dan iqamah dianjurkan kepada semua muslimah dan muslim yang menyimaknya. Hal mendasar dari jawaban wanita untuk azan dan iqamah adalah hendaknya muslimah menjawab seruan azan dan iqamah dengan suara pelan, lirih, fokus, dan penuh penghayatan serta tidak mengeraskan suara, lebih-lebih di hadapan para lelaki asing yang bukan muhrim.

Sumber:

Special Guide for Women: Shalat, Thaharah & I’tikaf oleh Dr. Muhammad Utsman Al Khasyat