Gambar Tokoh Pahlawan di Balik Lembaran Uang Rupiah

Mengenal sejarah tak melulu dari duduk di bangku sekolah. Mari mengenal para pahlawan nasional dari dalam dompet. Yuk, cari tahu siapa tokoh pahlawan di balik lembaran uang Rupiah kamu!

Rp2000: Pangeran Antasari

Pangeran Antasari adalah pangeran Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan. Lahir di Martapura pada 1809, putera Pangeran Mas’ud ini memimpin serangan melawan Belanda pada Perang Banjarmasin 18 April 1859. Beliau berhasil mengerahkan 6000 tentara gabungan Martapura, Kapuas, Pelaihari, Barito, dan Kahayan yang berhasil membuat Belanda kewalahan. Perang Banjarmasin berhasil menenggelamkan Kapal Onrust yang juga menewaskan Letnan Van der Velde, Desember 1859. Pada Oktober 1862, wabah cacar menyerang Kalimantan Selatan, yang juga memanggil pulang Pangeran Antasari di usia 53 tahun. Pangeran Antasari ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden Soeharto melalui Dekrit Presiden 1968 No. 06/TK/1968.

Rp5000: Tuanku Imam Bonjol

Muhammad Shahab lahir di Bonjol, Sumatera Barat pada 1772. Dengan gelar Tuanku Imam Bonjol, Beliau memimpin Kaum Padri dalam Perang Padri yang mencoba menegakkan syariat Islam di Minangkabau, antara lain menghapuskan kebiasaan adat perjudian, sabung ayam, konsumsi opium, miras, dan lain-lain. Perang melawan Kaum Adat (orang-orang Minang, Mandailing, dan Batak) yang ditunggangi oleh Belanda berlangsung 18 tahun lamanya. Sadar dipecah-belah oleh Belanda, Kaum Padri dan Kaum Adat sepakat berpegang pada adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (adat berdasar agama, agama berdasar kitab Allah) dan bersama melawan penjajah. Tuanku Imam Bonjol ditangkap Belanda Oktober 1837 dengan dalih berunding damai. Beliau kemudian diasingkan ke Cianjur, Ambon, hingga wafat di Minahasa 8 November 1864.

Rp10.000: Sultan Mahmud Badarudin II

Pemimpin Kesultanan Palembang-Darussalam ini memimpin pertempuran melawan penjajahan Belanda dan Inggris yang ingin menguasai Palembang serta Kepulauan Bangka untuk mengeksploitasi timah. Awalnya Inggris menjalin kerjasama baik-baik dengan Palembang, namun ketika Belanda mencoba menduduki Palembang, Inggris mencoba menghasut Sultan Mahmud untuk mengusir Belanda. Setelah perjuangan panjang, Palembang akhirnya jatuh ke tangan Belanda pada 25 Juni 1852. Sultan Mahmud Badarudin II dan keluarga diasingkan ke Ternate sampai akhir hayatnya pada 25 September 1852. Kini nama Beliau diabadikan sebagai Bandara Internasional Palembang, Sumatera Selatan.

Rp20.000: Otto Iskandar Dinata

Raden Otto Iskandar Dinata lahir di Bojongsoang, Soreang, Kabupaten Bandung pada 31 Maret 1897. Berbeda dengan dua pahlawan sebelumnya yang berjuang dengan senjata, Otto memperjuangkan kemerdekaan melalui politik dan diplomasi. Sejak sekolah, Otto telah menunjukkan ‘bakat’ pemberontak dan punya rasa ingin tahu tinggi pada kasus-kasus penyimpangan Belanda. Otto tak segan membongkarnya di media massa, dan memekikkan ‘Indonesia merdeka!’. Inilah sebabnya Beliau dijuluki Si Jalak Harupat (ayam jantan) yang identik dengan kekuatan, sifat pemberani, dan berkokok nyaring. Mantan Menteri Negara Pertahanan RI ini tewas oleh Laskar Hitam, cikal-bakal pemberontakan DI/TII. Jenazahnya tak pernah ditemukan. Untuk menghormati jasa Beliau, namanya diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah, dan Stadion Sepak Bola Si Jalak Harupat Soreang, Kabupaten Bandung.

Rp50.000: I Gusti Ngurah Rai

I Gusti Ngurah Rai lahir di Kabupaten Badung, 30 Januari 1917. Semasa hidupnya yang terbilang singkat, yaitu 29 tahun, Beliau telah berkecimpung di bidang militer selepas SMA. Ngurah Rai menerima mandat dari Pusat Pemerintahan RI, Yogyakarta untuk mengusir 2000 tentara Belanda yang mendarat 2 dan 3 Maret 1946. Pada 20 November 1946, Belanda menggempur wilayah Marga, Bali dalam upaya kembali menduduki Indonesia. Letkol Ngurah Rai mengomando puputan dan bertempur habis-habisan hingga mati. Ngurah Rai gugur bersama sekitar 1700 pasukannya. Perang ini dikenang sebagai Perang Puputan Margarana. Beliau dianugerahi gelar anumerta Brigjen TNI dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Dekrit Presiden 1975 No. 063/TK/1975.